BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mancapai
tujuan organisasi. Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang mempunyai kepribadian
yang baik, berwawasan luas, dan mampu menjalin kerjasama yang baik dengan
bawahannya. Dalam tulisan ini diberikan salah satu contoh tokoh pahlawan yang
merupakan contoh pemimpin yang baik.
1.2
Maksud
dan Tujuan
Sebagai warga Indonesia kita harus mengenal
para pahlawan yang telah memperjuangkan hidupnya untuk Indonesia. Salah satunya
adalah Raden Ajeng Kartini, meskipun ia tidak berjuang menggunakan senjata
tetapi jasanya yang telah memperjuangkan hak-hak para wanita dan pendidikan
wanita sehingga sekarang wanita tidak lagi berstatus sosial yang rendah. Dan
juga bertujuan agar kita mengetahui bagaimana pemimpin yang baik.
1.3
Ruang
Lingkup
Dalam tulisan ini akan membahas tentang
biografi R.A. Kartini, perjuangan Kartini, gaya kepemimpinan Kartini, dan
keunggulan Kartini dalam perjuangannya.
BAB II
ISI
R.A
Kartini
Raden Adjeng Kartini atau yang
lebih tepatnya Raden Ayu Kartini adalah seorang tokoh suku Jawa dan Pahlawan
Nasional Indonesia. Beliau lahir di Jepara, 21 April 1879 dan meninggal di
Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun. Kartini dikenal
sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
2.1 BIOGRAFI
Raden adjeng Kartini adalah
seorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putrid Raden Mas
Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri dari istri pertama,
tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putrid dari Nyai Haji
Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudarakandung dan tiri. Kartini
diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School) sampai umur 12 tahun.
Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa
dipingit. Disini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Karena sudah bisa
berbahasa Belanda, maka di rumah Kartini mulai belajar sendiri dan menulis
surat kepada teman-teman korespondensinya yang berasal dari Belanda. Dari
buku-buku, Koran, majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir
perempuan Eropa. Dari hal tersebut timbullah keinginannya untuk memajukan
perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status
sosial yang rendah.
Oleh orang tuanya, Kartini
disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo
Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada
tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi
kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang
kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebelah bangunan yang kini digunakan
sebagai Gedung Pramuka. Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit
Djojodhiningrat, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari
kemudian, 17 September 1904, Kartini
meninggal pada usia 25 tahun. Beliau dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu,
Rembang. Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh
Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta,
Malang, Madiun, Crirebon, dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah
“Sekolah Kartini” . Yayasan Kartini ini
didirikan oleh keluarga Van Deventer,
seorang tokoh Politik Etis.
2.2 PERJUANGAN KARTINI
Perjuangan R.A. Kartini adalah
merintis perubahan bagi kaum wanita. Beliau tidak segan-segan turun ke bawah
bergaul dengan masyarakat biasa untuk mengembangkan ide dan cita-citanya yang
hendak merombak status sosial kaum wanita dan cara-cara kehidupan dalam
masyarakat dengan semboyan: “ Kita harus membuat sejarah, kita mesti menentukan
masa depan kita yang sesuai dengan keperluan serta kebutuhan kita sebagai kaum
wanita dan harus mendapat pendidikan yang cukup seperti halnya kaum lelaki. Dengan
pengetahuan serta pengalaman yang didapatnya, Raden Ajeng Kartini secara
berangsur-angsur dan setahap demi setahap tapi pasti berusaha menambah
kehidupan yang layak bagi seorang kau wanita. Walaupun sudah menikah Raden
Ajeng Kartini tetap gigih untuk tetap memperjuangkan pendidikan bagi kehidupan
anak – anak di sekitar tempat tinggalnya. Raden Adipati Joyoningtat pun turut
serta melancarkan perjuangan Raden Ajeng Kartini.Peranan Suami, dalam usaha Raden
Ajeng Kartini Meningkatkan perjuangan sangat menentukan pula karena dengan
dorongan dan bantuan suaminya beliau dapat mendirikan sekolah kepandaian putri
dan di sanalah beliau mengajarkan tentang kegiatan wanita, seperti belajar
jahit-menjahit serta kepandaian putri lainnya. Usaha-usaha Raden Ajeng Kartini
dalam meningkatkan kecerdasan untuk bangsa Indonesia dan kaum wanita, khususnya
melalui sarana-sarana pendidikan dengan tidak memandang tingkat dan derajat,
apakah itu bangsawan atau rakyat biasa. Semuanya mempunyai hak yang sama dalam
segala hal, bukan itu saja karya-karya beliau, persamaan hak antara kaum
laki-laki dan kaum wanita tidak boleh ada perbedaan. Beliau juga mempunyai
keyakinan bahwa kecerdasan rakyat untuk berpikir, tidak akan maju jika kaum
wanita ketinggalan. Inilah perjuangan Raden Ajeng Kartini yang telah berhasil
menempatkan kaum wanita d tempat yang layak, yang mengangkat derajat wanita
dari tempat gelap ke tempat yang terang benderang. sesuai dengan karya tulis
beliau yang terkenal, yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
2.3 GAYA KEPEMIMPINAN KARTINI
Kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya
mancapai tujuan organisasi. Adapun macam-macam gaya kepemimpinan yaitu
1. Gaya Kepemimpinan Otokratis
Gaya kepemimpinan otokratis adalah
kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan dilakukan
semata-mata diputuskan oleh pimpinan. Gaya ini kadang-kadang dikatakan
kepemimpinan terpusat pada diri pemimpin atau gaya direktif. Adapun ciri-ciri
gaya kepemimpinan otokratis adalah sebagai berikut :
- Wewenang mutlak terpusat pada pemimpin
- Keputusan selalu dibuat oleh pemimpin
- Kebijakan selalu dibuat oleh pemimpin
- Komunikasi berlangsung satu arah dari
pimpinan kepada bawahan
- Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku,
perbuatan atau kegiatan para bawahannya dilakukan secara ketat
- Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk
memberikan saran pertimbangan atau pendapat
2. Gaya Kepemimpinan Birokratis
Gaya ini dapat dilukiskan dengan kalimat
“memimpin berdasarkan peraturan”. Perilaku pemimpin ditandai dengan keketatan
pelaksanaan prosedur yang berlaku bagi pemimpin dan anak buahnya. Pemimpin yang
birokratis pada umumnya membuat keputusan-keputusan berdasarkan aturan yang ada
secara kaku tanpa adanya fleksibilitas. Semua kegiatan hamper terpusat pada
pimpinan dan sedikit saja kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak,
itupun tidak boleh lepas dari ketentuan yang ada. Adapun karakteristiknya
sebagai berikut :
- Pimpinan menentukan semua keputusan yang
bertalian dengan seluruh pekerjaan dan memerintahkan semua bawahan untuk
melaksanakannya
- Adanya sanksi yang jelas jika seorang
bawahan tidak menjalankan tugas sesuai dengan standar kinerja yang telah
ditentukan
3. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis adalah
kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan
bersama antara pimpinan dan bawahan. Gaya ini kadang-kadang disebut juga gaya
kepemimpinan yang terpusat pada anak buah, kepemimpinan dengan kesederajatan,
kepemimpinan konsultatif atau partisipatif. Pemimpin berkonsultasi dengan anak
buah untuk merumuskan tindakan keputusan bersama. Adapun ciri-cirinya sebagai
berikut :
- Wewenang pemimpin tidak mutlak
- Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian
wewenang kepada bawahan
- Keputusan dan kebijakan dibuat bersama
antara pimpinan dan bawahan
- Komunikasi berlangsung secara timbale
balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan bawahan maupun sesame bawahan
- Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku,
perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara wajar
- Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun
bawahan
- Banyak kesempatan bagi bawahan untuk
menyampaikan saran, pertimbangan atau pendapat
- Pimpinan memperhatikan dalam bersikap dan
bertindak, adanya saling percaya, saling menghormati
4. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
Gaya ini mendorong kemampuan anggota untuk
menganbil inisiatif. Kurang interaksi dan control yang dilakukan oleh pemimpin,
sehingga gaya ini hanya bisa berjalan apabila bawahan memperhatikan tingkat
kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran cukup tinggi. Dalam
gaya kepemimpinan ini, pemimpin sedikit sekali menggunakan kekuasaannya atau
sama sekali membiarkan anak buahnya untuk berbuat sesuka hatinya. Adapun
ciri-cirinya adalah sebagai berikut :
- Bawahan diberikan kelonggaran atau
fleksibel dalam melaksanakan tugas-tugas, tetapi dengan hati-hati diberi
batasan serta berbagai prosedur
- Bawahan yang telah berhasil mengerjakan
tugas-tugasnya diberikan hadiah atau penghargaan, disamping adanya
sanksi-sanksi bagi mereka yang kurang berhasil, sebagai dorongan
- Hubungan antara atasan dan bawahan dalam
suasana yang baik secara umum manajer bertindak cukup baik
Dari penjelasan diatas kita dapat
menyimpulkan bahwa Kartini tergolong dalam gaya kepemimpinan demokratis, dimana
ia dapat mendelegasikan wewenang pada pengikutnya dalam membangun kepartipasian
serta kepercayaan pengikutnya untuk menyelesaikan suatu tugas dan
tanggungjawabnya serta dapat bertindak tepat tanpa pengarahan langsung dari
pemimpinnya.
2.4 KEUNGGULAN KARTINI DALAM
PERJUANGANNYA
Jika kita
mengingat jasa Kartini dalam membebaskan wanita dari keterbelengguan serta
ketidaktahuan akan pendidikan, maka saat ini terlihat jelas bukti nyata dari
pahlawan wanita ini. Wanita-wanita saat ini justru jauh lebih sukses
dibandingkan pria. Meskipun terkadang pria sukses juga akan tetapi ada wanita
hebat yang mendukungnya dari belakang. Kartini tidak pernah mengajarkan kepada
wanita untuk bersembunyi dibalik pria dan menggantungkan sepenuhnya kepada pria
akan tetapi mengajarkan kepada wanita agar berdiri di samping pria untuk
membantu pria dalam meraih kesuksesan. Sebab, kesuksesan pria tidak akan pernah
jauh dari kehebatan seorang wanita yang membantunya, baik langsung maupun tidak
langsung. Selain itu, Kartini juga menekankan kepada wanita-wanita Indonesia
untuk tidak hanyut dalam kelemahan namun menjadikan kelemahan sebagai bentuk
untuk memacu diri dalam berusaha. Baik itu berusaha meninggalkan kebodohan
dengan terus belajar maupun berusaha agar menjadi panutan dalam kondisi apapun.
Wanita memang lemah namun tidak menjadikan kelemahan tersebut sebagai alasan
untuk bermanja-manja bahkan bermalas-malasan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Betapa banyak wanita yang memiliki ketekunan yang tinggi serta
kemauan yang keras untuk maju dan berhasil menjadikan mereka memiliki nama yang
harum seharum nama Kartini. Sosok Kartini yang sesungguhnya bukanlah Kartini
yang kemudian mampu mengangkat senjata dan melawan seluruh penjajah negara.
Sosok wanita yang memiliki rasa sayang kepada wanita-wanita Indonesia akibat
kelemahan yang telah menjadi kodrat dariNya. Kelemahan itu dijadikannya justru
sebagai senjata untuk menjadikan bangsa ini merdeka dari penjajahan dan
penindasan akan hak kaum wanita. Kartini sudah memberikan kebebasan kepada
wanita untuk mengenyam pendidikan setinggi mungkin tidak lain hanyalah untuk
menciptakan generasi-generasi penerus bangsa yang lahir dari rahim
wanita-wanita cerdas bangsa ini. Kartini memberikan hukuman kepada kaum pria
yang melakukan kekerasan terhadap istrinya di dalam sebuah rumah tangga karena
wanita memiliki tulang rusuk yang bengkok dan harus diluruskan dengan jalan
kelembutan dan kebaikan. Bahkan Kartini tidak pernah membatasi wanita dalam hal
pekerjaan wanita itu sendiri asalkan masih berada dalam konteks kewajaran dan tidak
melanggar kodrat wanita sebagai makhluk mulia dan lemah.
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
R.A
Kartini adalah seorang pahlawan Indonesia yang memperjuangkan hak-hak para
wanita pribumi. Kartini lahir di keluarga bangsawan. Ia menikah pada tahun 1903
dengan seorang bupati Rembang. Kartini mendirikan sekolah wanita di sebelah
bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Gaya kepemimpinannya
adalah gaya kepemimpinan demokratis. Kartini meninggal pada tahun 1904 beberapa
hari setelah melahirkan anaknya.
Kita
sebagai warga Indonesia khususnya bagi yang kaum wanita harus meneruskan
perjuangan Ibu kita Kartini. Jangan hanya duduk manis saja tetapi harus
berusaha mendapatkan apa yang kita inginkan.
Sumber :