1.
Bank BCA jadi sasaran carding
Dunia
perbankan melalui Internet (ebanking) Indonesia, dikejutkan oleh ulah seseorang
bernama Steven Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada majalah Master Web.
Lelaki asal Bandung ini dengan sengaja membuat situs asli tapi palsu layanan
Internet banking Bank Central Asia, (BCA). Steven membeli domain-domain dengan
nama mirip www.klikbca.com (situs asli Internet banking BCA), yaitu domain
wwwklik-bca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickca.com. dan klikbac.com. Isi
situs-situs plesetan inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security untuk
bertransaksi dan adanya formulir akses (login form) palsu. Jika nasabah BCA
salah mengetik situs BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs
plesetan yang dibuat oleh Steven sehingga identitas pengguna (user id) dan
nomor identitas personal (PIN) dapat di ketahuinya. Diperkirakan, 130 nasabah
BCA tercuri datanya. Menurut pengakuan Steven pada situs bagi para webmaster di
Indonesia, www.webmaster.or.id, tujuan membuat situs plesetan adalah agar
publik menjadi lebih berhati – hati dan tidak ceroboh saat melakukan pengetikan
alamat situs (typo site), bukan untuk mengeruk keuntungan.
Menurut
perusahaan Security Clear Commerce di Texas USA, saat ini Indonesia menduduki
peringkat ke 2 setelah Ukraina dalam hal kejahatan Carding dengan memanfaatkan
teknologi informasi (Internet) yaitu menggunakan nomor kartu kredit orang lain
untuk melakukan pemesanan barang secara online. Komunikasi awalnya dibangun
melalui e-mail untuk menanyakan kondisi barang dan melakukan transaksi. Setelah
terjadi kesepakatan, pelaku memberikan nomor kartu kreditnya dan penjual
mengirimkan barangnya, cara ini relatif aman bagi pelaku karena penjual
biasanya membutuhkan 3 –5 hari untuk melakukan kliring atau pencairan dana
sehingga pada saat penjual mengetahui bahwa nomor kartu kredit tersebut bukan
milik pelaku barang sudah terlanjur terkirim.
Tanggapan serta
ulasan : dalam kasus tersebut diperlukan kecermatan dalam melakukan suatu
transaksi melalui media internet, karena kecerobohan dan ketidak hati-hatian
seorang pengguna web akan dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh pelaku yang
tidak bertanggung jawab baik dalam mengambil keuntungan ataupun untuk motif
lain.
2.
Seorang Hacker Melakukan Deface pada Website
KPU
Seorang
hacker bernama Dani Hermansyah, pada tanggal 17 April 2004 melakukan deface
dengan mengubah nama - nama partai yang ada dengan nama- nama buah dalam
website www.kpu.go.id, yang mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat
terhadap Pemilu yang sedang berlangsung pada saat itu. Dikhawatirkan, selain
nama – nama partai yang diubah bukan tidak mungkin angka-angka jumlah pemilih
yang masuk di sana menjadi tidak aman dan dapat diubah, padahal dana yang
dikeluarkan untuk sistem teknologi informasi yang digunakan oleh KPU sangat
besar sekali. Untung sekali bahwa apa yang dilakukan oleh Dani tersebut tidak
dilakukan dengan motif politik, melainkan hanya sekedar menguji suatu sistem
keamanan yang biasa dilakukan oleh kalangan underground (istilah bagi dunia Hacker).
Terbukti setelah melakukan hal tersebut, Dani memberitahukan apa yang telah
dilakukannya kepada hacker lain melalui chat room IRC khusus Hacker sehingga
akhirnya tertangkap oleh penyidik dari Polda Metro Jaya yang telah melakukan
monitoring di chat room tersebut.
Tanggapan dan ulasan
: Deface disini berarti mengubah atau mengganti tampilan suatu website. Pada
umumnya, deface menggunakan teknik Structured Query Language (SQL) Injection.
Teknik ini dianggap sebagai teknik tantangan utama bagi seorang hacker untuk
menembus jaringan karena setiap jaringan mempunyai sistem keamanan yang
berbeda-beda serta menunjukkan sejauh mana kemampuan operator jaringan,
sehingga apabila seorang hacker dapat masuk ke dalam jaringan tersebut dapat
dikatakan kemampuan hacker lebih tinggi dari operator jaringan yang
dimasuki. Oleh karena itu setiap website yang penting harus memiliki
sistem keamanan yang baik sehingga tidak mudah di tembus oleh hacker.
3.
Penyadapan Australia Terhadap Indonesia
Penyadapan yang dilakukan Australia
pada sejumlah petinggi permerintahan di Indonesia dianggap melanggar etika
kerjasama antar negara. Pihak Pemerintahan Indonesia secara tegas melayangkan
note protes melalui Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa atas kegiatan
penyadapan yang dilakukan Austalia dan AS. Sikap ini merupakan upaya awal
sebelum melakukan tindakan keras berupa pemutusan hubungan diplomatik antar
kedua negara. Terungkapnya penyadapan yang dilakukan Australia dilakukan atas
dasar pengkhiatan yang dilakukan oleh mantan pegawai kontrak Snowden. Tindakan
penyadapan yang dilakukan pemerintah Australia dilakukan untuk mencari
informasi secara ilegal sehingga pihak pemerintah Australia dapat lebih dahulu
mengetahui tentang kebijakan apa yang akan dibuat oleh pemerintah Indonesia.
0 comments:
Post a Comment